Brexit Fears on the Move

Brexit Fears on the Move

Oleh: Rina Susilawati, M.A.

 

Referendum 23 Juni menghasilkan keputusan yang sangat mengejutkan dunia dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dengan selisih vote yang sangat tipis, yaitu 1,9% saja. Secara internal, keputusan ini tentu sulit diterima oleh pendukung Bremain. Sementara secara eksternal, hasil referendum ini tidak mudah diterima oleh institusi perbankan baik bank sentral maupun bank lokal di Eropa, dunia bisnis dan korporasi, serta berbagai stake holder yang secara politik dan ekonomi telah diuntungkan dengan  posisi status quo-nya Inggris di Eropa selama 60 tahun terakhir. Ketika semua tatanan yang telah mapan ini harus diubah dan semua pihak dipaksa untuk dapat menyesuaikan diri dengan segala aturan legal formal yang baru, maka kepanikan terjadi dan pada akhirnya membawa Inggris kepada ketidakpastian untuk sementara waktu hingga semua aspek bernegara dianggap settle.

Alhasil, Brexit baru merupakan titik awal dari ketidakpastian di Inggris dan jalan menuju apa yang dicita-citakan Brexit perlu perjuangan panjang dan berliku, karena bahkan seorang Boris Johnson, mantan Walikota London, sebagai tokoh terdepan dalam kampanye Brexit belum mempunyai konsep yang jelas dan feasible mengenai bagaimana merekonstruksi Inggris ke depan.

Ketidakjelasan imbas dari Brexit antara lain meliputi ketidakjelasan masa depan Inggris, hubungan Inggris-EU, dan nasib EU ke depan. EU merupakan trading block kedua terbesar dunia yang saat ini keberadaannya mulai dipertanyakan dengan lepasnya Inggris yang kemudian ‘menginspirasi’ negara-negara lain untuk menegosiasikan ulang bentuk ikatan dengan EU seperti Perancis, Italia, Belanda, Spanyol, Yunani, Swedia, Denmark dan negara-negara lain yang pemerintah/rakyatnya tidak puas dengan kebijakan-kebijakan EU. Sedangkan Inggris sendiri saat ini menghadapi tuntutan referendum dari Skotlandia dan Irlandia Utara yang anti-Brexit. Kekisruhan politik ini ke depan tentu dapat mengancam keberlangsungan Kerajaan Inggris.

A. Pasar Seminggu Pasca Brexit

1 . Brexit on the Spot

Setelah pada hari Jumat siang (24/06) secara resmi diumumkan bahwa Brexit unggul, GBPUSD turun tajam hingga 10% dalam waktu satu hari yaitu dari kisaran 1.50 menuju 1.32 yang merupakan titik terendah sejak 1985. Dan kisaran ini sudah merupakan hasil penurunan 5% dari harga 1.59 setelah isu referendum mencuat ke publik. Selain Sterling, EURUSD merupakan tumbal kedua Brexit yang membukukan penururunan 4,7% dari kisaran 1.14 ke 1.09. Aksi jual Sterling dan Euro ini memicu aksi beli dollar sehingga USD menguat dari level 93,50 ke 96,54. Safe haven currency Yen sempat menyentuh 98,77 yang merupakan level terendah sejak Januari 2013.

Tak pelak lagi, emas merupakan salah satu komoditas yang paling diburu pasar dalam serba ketidakpastian dan instabilitas dan telah menguat secara siginifikan dari 1249 ke 1358. Sedangkan minyak justru menurun dari 50 ke 46 karena kekhawatiran pasar atas ketidakpastian demand minyak untuk sektor industri khususnya di Inggris dan Eropa.

referendum, sudah 3 kali secara tegas Carney mengatakan bahwa Brexit berakibat buruk (baca: poses a significant risk) bagi perekonomian Inggris. Dengan demikian, GBPUSD sesungguhnya masih jauh dari bottom meskipun terlihat bahwa GU membentuk semacam fondasi reversal, tetapi perlu diingat bahwa ke depan GBP tetap akan melemah dengan adanya cut rate dan QE ini. Dalam dua pekan pasca Brexit, Carney telah melakukan intervensi fisik dengan memotong rasio cadangan bank dan mencairkan 150 Milyar Pounds untuk menstimulus aktivitas bisnis.

George Soros pada 22 Juli 2016 pernah memprediksi bahwa nilai Poundsterling akan jatuh setidaknya 15% dan mungkin lebih dari 20%. Saat ini GBPUSD berada di level 1.29 dan sudah turun 2% pasca Brexit dan diperkirakan akan turun 3% lagi ke level 1.26. Untuk prediksi yang lebih ekstrim, seperti yang diperkirakan Soros, maka GBPUSD masih dapat turun 8% lagi di bawah 1.15. Untuk short dan medium term maka level bearish selanjutnya adalah 1.280 dan 1.271 dengan resistance di 1.315.

Tak luput pula dari tumbal Brexit, pasar saham merupakan pasar yang juga mengalami pukulan telak terutama saham-saham Eropa, antara lain DAX yang turun hingga 10%, the Pan-European STOXX 600 yang mengalami penurunan 7%, saham Asia Nikkei turun 8%, dan saham Amerika S&P turun 4,1%.

Baca Juga :   Data NFP yang mengecewakan melemahkan USD secara sementara

2.Seminggu pasca Brexit

Semingu Pasca Bexit, pasar uang dan pasar saham mampu rebound meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. Yen-pun ikut melemah ke level 103 karena investor mulai melepas Yen sebagai aksi profit taking. Begitu pula dengan harga minyak yang kembali berhasil rebound ke level 50. Sementara emas tetap konsisten dengan kenaikannya mengejar titik high 1357 saat Brexit. Melalui pengamatan sekilas, seolah-olah Brexit Fears telah pudar sehingga disebut-sebut “Market Buy Everything”. Padahal sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa grafik selalu ada Zig dan Zag, dimana pasar selalu mencari titik keseimbangan setelah harga turun dan naik dengan sangat drastis. Akan tetapi karena kuatnya dorongan untuk rebound di tengah kuatnya tekanan Brexit, muncullah pameo bahwa “Market is more powerful than the Fed

B. Pasar Dua Minggu Pasca Brexit

Selama kurun waktu ini, pasar mulai mencerna kembali bahwa Brexit Fears mulai menghantui pasar, terutama pasar saham Eropa dan Asia yang melemah kembali dibandingkan penutupan minggu sebelumnya meskipun terjadi kenaikan di pasar saham Amerika.

Yang paling menonjol dari efek Brexit terhadap pasar modal adalah terdepresiasinya government bond. Obligasi pemerintah merupakan parameter utama sehat tidaknya perekonomian jangka panjang suatu negara. Bund 10-Year terdepresiasi hingga di bawah 0% sejak referendum dan belum dapat bangkit hingga saat ini pada level -0,20%. Setali tiga uang dengan Japan 10 Year Treasury yang sejak Februari 2016 sudah menembus 0% dan terus menurun terlebih sejak 23 Juni yang menurun dari -0,14% ke -0,28%. Begitu juga dengan British 10 Year Gilt yang juga terus tertekan dari 1,32% ke 0,73% dan masih ada kemungkinan untuk menembus 0%.

Sementara itu, GBP dan EUR kembali melanjutkan trend bearish, begitu pula dengan USDJPY yang kembali bearish sebagai akibat dari masih masifnya permintaan Yen sebagai safe haven currency hingga menggiring Yen ke level psikologis, 100.

Pada minggu kedua pasca Brexit, emas sekali lagi menjadi jawara market setelah mampu menembus resisten kuat 1356, dan mencapai titik tertinggi 1375 sejak Maret 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar masih cemas atas efek domino dari Brexit.

C. Prediksi Pasar Tiga Minggu Pasca Brexit

  1. GBPUSD

GBP tetap akan menjadi sorotan pasar hingga Inggris menemukan formula yang tepat dalam menata kembali hubungan bilateral dan unilateralnya dengan organisasi regional/internasional serta negara-negara lain di Eropa maupun di benua lainnya dalam berbagai aspek terutama aspek ekonomi.

Minggu ini, tepatnya pada hari Kamis jam 18.00 WIB BoE akan merilis summary kebijakan moneter. Pasar mengharapkan dilakukannya pemotongan suku bunga sebesar 25 bps dari 0,50% ke 0,25%. Selain itu, BoE juga diharapkan menerapkan QE pada bulan Agustus mendatang. Sejak referendum, sudah 3 kali secara tegas Carney mengatakan bahwa Brexit berakibat buruk (baca: poses a significant risk) bagi perekonomian Inggris. Dengan demikian, GBPUSD sesungguhnya masih jauh dari bottom meskipun terlihat bahwa GU membentuk semacam fondasi reversal, tetapi perlu diingat bahwa ke depan GBP tetap akan melemah dengan adanya cut rate dan QE ini. Dalam dua pekan pasca Brexit, Carney telah melakukan intervensi fisik dengan memotong rasio cadangan bank dan mencairkan 150 Milyar Pounds untuk menstimulus aktivitas bisnis.
George Soros pada 22 Juli 2016 pernah memprediksi bahwa nilai Poundsterling akan jatuh setidaknya 15% dan mungkin lebih dari 20%. Saat ini GBPUSD berada di level 1.29 dan sudah turun 2% pasca Brexit dan diperkirakan akan turun 3% lagi ke level 1.26. Untuk prediksi yang lebih ekstrim, seperti yang diperkirakan Soros, maka GBPUSD masih dapat turun 8% lagi di bawah 1.15. Untuk short dan medium term maka level bearish selanjutnya adalah 1.280 dan 1.271 dengan resistance di 1.315.

  1. 2. USDJPY
Baca Juga :   Sekjen NATO memperingatkan Rusia dapat menggunakan senjata kimia terhadap Ukraina

Sepanjang sejarah, USDJPY telah 4 kali mencoba menembus support kuat 100.00 dan sudah dua kali berhasil menembus level paritas ini. Pada tiap kali level ini terlewati, maka yen diperdagangkan di sekitar 80 terhadap USD. Pada tahun ini Yen kembali mencoba menembus support ini setelah dua tahun yang lalu gagal dilewati.

Jika melihat kondisi saat ini, maka Yen sebagai safe haven currency masih akan dikejar investor selama gonjang-ganjing Brexit belum mereda ditambah lagi dengan The Fed yang nampaknya belum akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Kita juga melihat bahwa penguatan USD saat ini tidak mampu melemahkan Yen sehingga kemungkinan besar level paritas ini akan dapat break out.

Di lain sisi, BoJ dikabarkan akan melakukan intervensi dengan menambah QE sebesar 10T Yen sebagai upaya melemahkan Yen. Sebab dengan menguatnya Yen maka pendapatan expor menurun sebab setiap penguatan 10% Yen terhadap USD telah mengurangi income korporasi sebanyak 14% sehingga GDP juga ikut tertekan. Sebelum Brexit, BoJ diisukan akan melakukan intervensi jika UJ sudah menembus 100 menuju 99, tetapi rumor belakangan santer didengungkan bahwa BoJ baru akan intervensi jika harga sudah di area 95.

Secara teknikal, 102 masih merupakan resisten kuat dengan daily support selanjutnya di 99.874 dan weekly support di 99.369 dan 98.272.

  1. 3 . GOLD

Gold telah rally 28% sejak awal tahun ini dari 1060 ke 1375 yang awalnya dipicu oleh penundaan kenaikan suku bunga the Fed sehingga USD melemah, ditambah dengan kondisi global yang semakin tidak menentu seperti penurunan proyeksi outlook pertumbuhan ekonomi oleh IMF, deflasi yang masih mengancam dunia, zero interest rates yang diterapkan oleh beberapa bank sentral, dan terakhir diperkuat lagi oleh Brexit Fears. Brexit telah menciptakan ketidakpastian dan ketidakpastian mendorong investor untuk membeli gold sebagai alat lindung nilai.

Ketidakpastian ini pula yang menyebabkan the Fed diprediksi akan menunda lagi rencana hike rate pada FOMC 28 Juli mendatang sebab the Fed hendak memastikan terlebih dahulu dampak dari Brexit terhadap perekonomian Amerika dan dunia sambil mempertimbangkan data-data ekonomi dalam negeri yang meskipun data tenaga kerja cukup bagus tetapi data inflasi (1,022%) belum cukup mendukung diimplementasikannya perubahan kebijakan. Oleh sebab itu,

kemungkinan hike rate semakin menurun dari 12% bulan lalu ke 11% bulan ini untuk satu kali hike rate sepanjang tahun ini.

Apalagi jika dikaitkan dengan konsekuensi dari hike rate yaitu penguatan USD yang pada gilirannya melemahkan mata uang lainnya serta menjatuhkan pasar saham yang tentunya akan membebani pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan. Dengan demikian, kenaikan suku bunga belum begitu mendesak dan belum dianggap penting untuk segera dilakukan.

Terkait dengan gold, akhir-akhir ini kita telah mengamati bahwa yang dapat secara signifikan menggerakkan Gold adalah kebijakan the Fed, tentu saja selain dari faktor supplay/demand Gold, stabilitas politik/ekonomi serta adanya perdamaian/peperangan. Saat ini USD telah menguat yang ditandai dengan DXY yang sudah bertengger di level 96.

USD menguat dan Gold juga menguat; hal yang dianggap cukup unik sebab Gold berdenominasi USD, artinya secara umum ‘biasanya’ pergerakan Gold berbanding terbalik dengan USD, tetapi tidak untuk saat ini. Untuk itu, laju kenaikan Gold untuk ke depan hanya dapat dihentikan oleh kenaikan suku bunga the Fed. Sejauh Yellen belum menghembuskan nada hawkish, maka kalaupun Gold retreat semata-mata karena koreksi saja. Untuk itu tidak heran jika Gold diprediksi akan ke 1450 bahkan ke 1500.

Secara teknikal, level kunci Gold di 1306-1308 telah dua kali mencoba di-break pada Januari dan Mei, akan tetapi gagal, dan kemudian level tersebut berhasil ditembus pada bulan Juni yang lalu. Level ini merupakan level 2 tahun tertinggi sejak Februari 2014 dan dengan break out nya key level ini maka mendorong Gold menuju up trend yang lebih besar lagi. Untuk selanjutnya, Gold akan mencoba menembus kisaran 1390 sebelum menuju 1430.

About Reza Aswin

Senior Fundamental Analyst. 20 tahun berkecimpung di dunia trading forex, komoditi, dan hingga kini aktif menjadi analis fundamental.

Check Also

Bank of Japan Keluar Dari Suku Bunga Negatif

Jakarta, 20 Maret 2024 By. Reza Aswin Apa yang terjadi di pasar Bank of Japan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp Hubungi Kami